Jumat, 25 Oktober 2013

PEMIKIRAN MADZHAB SYAFI’I TENTANG FILSAFAT HUKUM ISLAM

PEMIKIRAN MADZHAB SYAFI’I TENTANG FILSAFAT HUKUM ISLAM

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
            Hubungan antara teori hukum dan perubahan social merupakan salah satu masalah pokok filsafat hukum.”Hukum” yang – karena mempunyai asosiasi dengan hukum-hukum fisika – di asumsikan tidak mengalami perubahan , namun senantiasa menghadapi tantangan berupa perubahan sosial yang menuntut daya suai (adaptabilitas) dari hukum. Sering kali dampak perubahan sosial itu begitu hebat sehingga mempengaruhi konsep-konsep serta pranata-pranata hukum , dan dengan demikian memunculkan kebutuhan baru akan suatu filsafat hukum. Masalah perubahan sosial dan teori hukum sangat penting dalam filsafat hukum islam. Hukum islam umumnya dipandang religious , sacral dan karenanya abadi. Bagaimana hukum islam seperti itu menghadapi tantangan perubahan?
Ada dua pandangan untul menjawab persoalan ini. Satu pansdangan , yang di anut  oleh sejumlah besar Islamolog seperti C.S Hurgronje dan J.Schacht dan oleh sebagian besar yuris Muslim tradisional , berpendapat bahwa dalm konsepnya , dan sesuai dengan sifat perkenbangan dan metodologinya , hukum islam adalah abadi dan karenanya tidak dapat diadaptasiakn kepada perubahan sosial . Pandangan kedua yang dianut oleh sejumlah kecil pakar hukum islam seperti Linant de Bellefonds dan mayoritas pembaharu dan yuris seperti Shubhi Mahmashani, berpendapat bahwa prinsip-prinsip hukum seperti pertimbangan  maslahat (kebaikan ummat manusia), fleksibilitas hukum islam dalam praktek dan tekanan pada ijtihad (pemikiran hukum independen) menunjukkan dengan jelas bahwa hukum islam dapat diadaptasikan kepada perubahan sosial.




Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’I asal keturunan Quraisy di lahirkan di Gaza tahun 150 H (767 M) dan meninggal di Mesir pada tahun 204 H (819 M). Beliau seorang imam keliling yang suka mengadakan perlawatan-perlawatan .Beliau pernah tinggal di Hijaz belajar pada Imam Mmuhammad Ast-Syaibani sahabat Imam Abu Hanifah . Dan pernah tinggal bermukim di Badiyah , Yaman , mesir , dan kerap di Irak.[1]
            Pada mulanya Beliau menjadi pengikut madzhab Malilki dan aliran hadits. Akan tetapi, perlawatan-perlawatan yang beliau lakukan serta pengalamannya Nampak member pengaruh yang kuat kepada beliau untuk mengadakan suatu madzhab yang khusus.Pertama-tama beliau memilih madzhabnya Al-Iraqi yang disebut madzhab qodim. Tetapi setelah menetap di Mesir beliau undur dari pendapat-pendapatnya yang lama dan kemudian kepada murid-muridnya beliau ajarkan madzhabnya Al Misri, pendapatnya yang baru yang disebut Madzhab Jadid
Imam Syafi’I adalah seorang imam besar yang disamping kemahirannya dalam ilmu bahasa , fiqh dan hadits dan dengan keluasan pengalamnnya yang bersifat praktis beliau sangat tajam pikirannya, lancer dalam pembicaraannya, cakap dalam menggali masalah dan dalam berdebat. Semua sifat ini memberi kemungkinan kepadanya untuk mencampurkan dua metode yang terdahulu di dalam ilmu fiqh, yaitu aliran pendapat dan aliran hadits. Maka lahirlah madzhabnya yang merupakan penengah antara madzhab Hanafi dan madzhab maliki. Madzhabnya yaitumadzhab Syafi’I mengakui dan menerima adanya empat dalil hukum : Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Akan tetapi beliau tidak mau memakai apa yang disebut istihsan oleh ulama-ulama Hanafi dan Al-Masalihhul-murslah dalam madzhab Maliki.
FILSAFAT hukum , sebagaimana yang kita lihat , mengambil pandangan hukum yang bersifat teleologis yang menyatakan bahwa adanya hukum adalah untuk memenuhi maksud tertentu. Tidak dapat di sangkal bahwa setiap system hukum diorientasikan untuk mencapai tujuan tertentuyang menuntut pelaksanaan. Hukum islam atau syari’ah adalah sietem ketuhanan yang di nobatkan untuk menuntun umat manusia menuju ke jalan yang damai di dunia ini dan bahagia di hari kiamat.Urusan dunia ini oleh penentu hukum dipandang dari kerangka kepentingan Dunia lain, yang lebih baik dan abadi. Ini menandai perbedaan Hukum Islam dari hhukum manusia yang membicarakan hanya kepentingan dunia.
            Pada pokonya , Filsafat Hukum Islam merupakan pernyataan sifat Tuhan dan usaha untuk menegakkan perdamaian di atas muka bumi dengan mengatur masyarakat dan memberikan keadilan kepada semua orang. Jadi, perintah dan keadilan merupakan tujuan mendasar bagi Syari’ah.
1.2 Perumusan Masalah  
1.      .Bagaimana Pendidikan Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’I ?
2.      Kapankah Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’I di lahirkan ?
3.      Terdiri dari apa sajakah Hukum Islam itu ?
4.      Bagaimana Sejarah perkembangan Filsafat Hukum itu ?

1.3 Tujuan Penulisan
            Untuk mengetahui bahwa Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’I itu beliau adalah belajar pada Imam Muhammad Asy-Syaibani sahabat Imam Abu Hanifah.Pada mulanya beliau menjadi pengikut madzhab Maliki dan aliran Hadits, tapi perlawatan –perlawatan beliau lakukan serta pengalamannya nampak member pengaruh yang kuat untuk mengadakan suatu madzhab yang khusus.
            Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’I itu dilahirkan di Gaza pada tahun 150 H (767M), dan meningggal di Mesir pada tahun 204 H (819M).
            Hukum Islam terdiri dari : yang di wajibkan oleh Allah , Yang dibatasi oleh Allah, Yang diharamkan oleh Allah, Yang didiamkan oleh Allah, tidak diberikan ketentuan 1, 2, 3 tersebut diatas.
            Didalam kepustakaan filsafat hukum, terdapat berbagai periode atau pembabakan perkembangan filsafat hukum dari dahulu hingga saat ini. Pada umumnya pembabakan itu terdiri dari :
1                    Zaman purbakala
a    Masa Yunani
      1)         masa pra-Socrates
      2)         Masa Socrates, plato, dan Aristoteles.
      3)         Masa stoa.
2          Abad Pertengahan
                   a.  Masa gelap
                   b.  Masa skolastik
        3         Zaman Renaissance dan zaman baru
       4         Zaman Modern (lili Rasjidi, 1985:9-10)

1.4 Manfaat Penulisan
a.       Untuk memperluas wawasan pengetahuan kita  
b.      Untuk mengetahui  jati diri kita sendiri
c.       Untuk mengetahui Hukum-hukum islam.
d.      Untuk mengetahui sejarah madzhab Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’i.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan Umum
Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’I asal keturunan Quraisy di lahirkan di Gaza tahun 150 H (767 M) dan meninggal di Mesir pada tahun 204 H (819 M). Beliau seorang imam keliling yang suka mengadakan perlawatan-perlawatan .Beliau pernah tinggal di Hijaz belajar pada Imam Mmuhammad Ast-Syaibani sahabat Imam Abu Hanifah . Dan pernah tinggal bermukim di Badiyah , Yaman , mesir , dan kerap di Irak.[1]
            Pada mulanya Beliau menjadi pengikut madzhab Malilki dan aliran hadits. Akan tetapi, perlawatan-perlawatan yang beliau lakukan serta pengalamannya Nampak member pengaruh yang kuat kepada beliau untuk mengadakan suatu madzhab yang khusus.Pertama-tama beliau memilih madzhabnya Al-Iraqi yang disebut madzhab qodim. Tetapi setelah menetap di Mesir beliau undur dari pendapat-pendapatnya yang lama dan kemudian kepada murid-muridnya beliau ajarkan madzhabnya Al Misri, pendapatnya yang baru yang disebut Madzhab Jadid
2.2       Pembahasan Khusus
            Membahas tentang Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’I dan Latar pendidikannya, serta membahas tentang pengertian Hukum Islam, Konsepnya, hakekatnya, dan sejarah perkembangan filsafat hukum islam.
2.2.1    Mengenal tentang Madzhab Syafi’i
            Imam Syafi’I adalah seorang imam besar yang disamping kemahirannya dalam ilmu bahasa , fiqh dan hadits dan dengan keluasan pengalamnnya yang bersifat praktis beliau sangat tajam pikirannya, lancer dalam pembicaraannya, cakap dalam menggali masalah dan dalam berdebat. Semua sifat ini memberi kemungkinan kepadanya untuk mencampurkan dua metode yang terdahulu di dalam ilmu fiqh, yaitu aliran pendapat dan aliran hadits. Maka lahirlah madzhabnya yang merupakan penengah antara madzhab Hanafi dan madzhab maliki. Madzhabnya yaitumadzhab Syafi’I mengakui dan menerima adanya empat dalil hukum : Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Akan tetapi beliau tidak mau memakai apa yang disebut istihsan oleh ulama-ulama Hanafi dan Al-Masalihhul-murslah dalam madzhab Maliki.
2.2.2    Karangan Kitab Madzhab Syafi’i
            Imam Syafi’I adalah orang pertama yang menyusun dalil-dalil hukum dan menulis karangan-karangan mengenai ilmu usul fiqh secara ilmiah, yaitu dalam risalahnya yang sudah termasyhur.[2] Di dalam risalahnya ini beliau membahas tentang ketentuan-ketentuan nas al-Kitab dan hadits soal naskah dan mansukh, soal-soal cacat dalam hadits, syarat-syarat penerimaan hadits dari seorang rawi tunggal , ijma’ , ijtihad, istihsan, dan qiyas.
            Kitab karangannya yang terpenting yang sudah tidak asing lagi bagi kita ialah kitab Al-Umm. Kitab ini terdiri dari tujuh jillid yang diriwayatkan oleh muridnya Ar-Rabi’ bin Sulaiman, yang ditulis secara ilmiah dan argumentative, jarang sekali terdapat kitab serupa ini pada masanya. Beberapa orang ulama ada yang mengatakan , seperti Talib Al-Maliki[3] di dalam kitabnya Qutul-qulub dan Al-Ghazali di dalam ihya’ Ulumuddin[4] baha kitab Al-Umm itu karangan salah seorang muridnya yang bernama Abu Ya’qub Al-BAwaildi yang kemudian di tambah dengan tulisan Ar-Rabi’ bin Sulaiman.Pendapat ini dibantah kebenarannya pada akhir – akhir ini oleh Doktor Zaki Mubarak di dalam sebuah risalah penerbitan khusus[5].  Bantahan  mana diperkuat beberapa ulama , diantarnya ialah Syaikh Musain Wali di dalam majalah Nurul Islam dan di dalam surat kabar Al-Balagh.
            Kitab Al-Umm membahas berbagai masalah hukum seperti ibadat , mu’amalat, masalah pidana, dan pernikahan. Jilid ketujuh memuat berbagai persoalaan seperti kitab mengenai perbedaan pendapat antara Ali dengan Ibnu Mas’ud dan kitab mengenai perselisihan pendapat antara Imam Syafi’I dengan Imam Malik. Disini dikemukakan pula soal-soal  mengenai ushul-fiqh, misalnya soal penolakan atau bantahan terhadap sementara orang yang tidak mau menerima hadits-hadits secara keseluruhan, hikayat orang-orang menolak kabar atau hadits tertentu dan soal pembatalan penggunaan dalil istihsan. Selain itu didalam jilid ini pun ada diceritakan sebagaimana telah kita katakana di atas , kitab mengenai bantahan terhadap aliran Madinah oleh Muhammad bin hasan Asy-Syaibani, kitab mengenai perselisihan pendapat antara Imam Abu Hanifah dengan Abi LAila, dan kitab riwayat hidup Al-Auza’I karangan Abu Yusuf.
2.2.3    Konsep Hukum Islam
            Argument bahwa konsep hukum islam adalah absolute dan otoriter yang karenanya abadi, dikembangkan dari dua sudut pandang .Pertama , mengenai sumber hukum islam diajukan pendapat bahwa sumber hukum islam adalah kehendak Tuhan, yang mutlak dan tidak bisa berubah. Sudut pandang kedua berasal dari definisi hukum islam :di sana di tunjukkan bahwa hukum islam tidak bisa diidentifikasi sebagai system aturan-aturan yang bersifat etis atau moral. Jadi , pendapat pertama mendekati problem konsep hukum dalam kaitan perbedaan antara akal dan wahyu.Sedangkan pendapat kedua membicarakan dalam kaitan perbedaan antara hukum dan moralitas.Argumentasi-argumentasi yang berkenaan dengan pandangan pertama mempertimbangkan dua masalah pokok :
1.         Hukum dan teologiHukum dan epistemology.
2.2.4    Sifat Dasar Hukum Islam
            Pada bagian diatas mengenai konsep hukum, kita membicarakan penjelasan –penjelasan tentang bagaimana ide hukum di pahami dalam pemikiran hukum islam sebagaimana ia berkembang secara historis. Secara umum , mereka yang mengambil pendekatan historis untuk memahami sifat dasar hukum islam telah menyatakan hal-hal berikut sebagai cirri khas hukum islam :
a)    Sifat idealistiknya,
b)    Religious,
c)    Kekakuan dan
d)   Sifat kausistik.
 Keempat katakter di atas berkaitan satu dengan yang lain dan di sajikan sebagai alasan-alasan untuk mendukung keabadian hukum . Argumen-argumen  tentang sifat dasar sebagaimana yang diungkapkan dalam sejarah hukum islam menyangkut analisa terhadap beberapa bidang sebagai berikut :
a)                        Asal muasal hukum islam
b)                       Hukum islam dan legislasi Negara
c)                       Peran intitusi Kadi dan
d)                      Pembentukan madzhab-madzhab hukum islam.
2.2.5    Sejarah Perkembangan Hukum Islam
            Di dalam kepustakaan filsafat (hukum) , terdapat berbagai periode atau pembabakan perkembangan filsafat hukum dari dahulu hingga saat ini. Pada umumnya pembabakan itu terdiri dari :
1.      Zaman purbakala
2.      Masa Yunani
1)                  masa pra-Socrates
2)                  Masa Socrates, plato, dan Aristoteles.
3)                  Masa stoa.
3.      Abad Pertengahan
a.       Masa gelap
b.      Masa skolastik
4.      Zaman Renaissance dan zaman baru
5.       Zaman Modern (lili Rasjidi, 1985:9-10)

 BAB 3
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
1.      Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’I adalah seorang imam besar yang mempunyai ilmu bahasa, fiqh, dan hadits dan dengan keluasannya pengalamannya yang bersifat praktis. Madzhabnya yaitu : Al-qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas.Beliau tidak memakai istihsan.
2.      Imam Syafi’I adalah orang pertama yang menyusun dalil-dalil hukum dan menulis karangan-karangan mengenai ilmu usul fiqh secara ilmiah, Di dalam risalahnya ini beliau membahas tentang ketentuan-ketentuan nas al-Kitab dan hadits soal naskah dan mansukh, soal-soal cacat dalam hadits, syarat-syarat penerimaan hadits dari seorang rawi tunggal , ijma’ , ijtihad, istihsan, dan qiyas.
3.      Hukum islam adalah absolute dan otoriter yang karenanya abadi, dikembangkan dari dua sudut pandang, .Pertama , mengenai sumber hukum islam diajukan pendapat bahwa sumber hukum islam adalah kehendak Tuhan, yang mutlak dan tidak bisa berubah. Sudut pandang kedua berasal dari definisi hukum islam :di sana di tunjukkan bahwa hukkum islam tidak bisa diidentifikasi sebagai system aturan-aturan yang bersifat etis atau moral
4.      Sifat dasar hukum islam telah menyatakan hal-hal berikut sebagai cirri khas hukum islam :
a)      Sifat idealistiknya,
b)      Kekakuan dan
c)      Sifat kausistik.
d)     Religious,   
5          Sejarah perkembangan hukum islam pada umumnya  terdiri dari :
1                    Zaman purbakala
a    Masa Yunani
      1)         masa pra-Socrates
      2)         Masa Socrates, plato, dan Aristoteles.
      3)         Masa stoa.
2       Abad Pertengahan
       a.  Masa gelap
                   b.  Masa skolastik
             3         Zaman Renaissance dan zaman baru
             4         Zaman Modern (lili Rasjidi, 1985:9-10).
3.2       Saran
            Kesimpulan pada makalah di atas menghimbau untuk pemerintah agar menerapkan hukum islam seketat-ketatnya, karena untuk kemaslahatan Negara. Dan kita sebagai orang islam harus mentaati hukum-hukum islam yang berlaku selamanya.
3.3       Penutupan
            Dalam penilisan makalah ini banyak sekali kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja, dan bagi para pembaca kami buka untuk memberikan saran dan kritikan pada makalah ini. Demikian terima kasih.

 DAFTAR PUSTAKA
v  DR.LahmuddinNasutionPembaruanHukum Islam DalamMadzhabSyafi’I,Penerbit PT.REMAJA ROSDA KARYA Bandung,.
v  Dr.MuhammadMuslehuddinFilsafatHukum Islam Dan PemikiranOrientalis,PT.TIARA WACANA YOGYA,
v  Dr.SobhiMahmassaniFilsafatHukumDalam Islam,Penerbit PT AL MA’ARIF Bandung,
v  M. Khalid  MasudFilsafatHukumIslam,PenerbitPustaka Bandung,











12


[1], oleh Fakhruddin ar-Razi.Mesir 1297 H Manakibul-imam Asy-Syafi’I.Al-Intiqa, oleh Ibnu ‘ Abdul-barr , hal 65 dan seterusnya.

[2]  Muhammad bin ‘Ali ‘Atiyah (386 H).
[3] Juz 7,hal 177,250,277,287,303.
[4] Dua buah kitab yang dicetak pada bagian sisi dari Al-Umm
[5] Abu Bakar bin Hidayatullah,Tabaqatush-Shafi-‘iyyah dan Asy-Syirazi, Tabaqatul-fukaha  





[1]  Fakhruddin ar-Razi. Mesir 1297 H.Manakibul-Imam Asy-Syafi’I, Al-Intiqa, oleh Ibnu ‘Abdul-barr, hal 65 dan seterusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar